08/10/2016

Cinta di lewat hujan

Aku berhubung denganmu, melalui hujan.


Rindu.


Namun tiada cara untuk kita bersama.


Detik yang berlalu menjauhkan kita. Saat aku tidak melihat kamu, saat pandanganku tertumpu pada hujan, pandanganmu tetap pada aku. Melihat aku, dan cuba berbicara dengan masa depanku. Agar suatu ketika nanti, seperti saat ini, kala aku butuhkan kamu, aku bisa merasakan adanya kamu.


Ayah.


Aku rindukan kamu.


Aku tidak mahu dalam kemewahan. Apa gunanya jika tiada kamu. Tapi tetap kemewahan yang kamu usahakan untuk aku. Agar aku tidak merasa susah. Agar aku senang melewati hidup.


Suatu ketika itu, hujan lebat. Aduh. Seronoknya aku, bukan kepalang.


Kau duduk melihat aku dari jauh. Apa kau fikirkan ayah? Apa yang ada pada fikiranmu? Kenapa seolah-olah aku disini melihat kamu yang begitu senang melihat senyuman kecilku?


Ayah.


Mana saja kau saat ini?


Mungkinkah masih berbicara denganku? Kenapa bahasamu tidak ku fahami? Sukar untukku menafsir kata-kata yang kau lontarkan melalui pandangan itu.


Ayah.


Aku rindu sekali. Masihkah ada kisah kita nanti?


Ayah.


Saat kau pergi, airmata tidak mungkin memujukmu kembali pulang. Tiada siapa bisa mengerti kekosongan yang kau tinggalkan. Tiada siapa juga bisa menjadi ganti.


Kau bilang kau cuba sehabismu agar aku tidak merasa kekurangan.


Maka kekurangan apakah yang aku rasakan ini?


Aku.


Anak kecil yang masih mencari ayahnya. Yang begitu bodoh mengharap kau kembali. Bisakah mungkin?


Kadang aku lewati hidup, tanpa langsung terlintas bayanganmu.


Tapi kala hujan begini? 


Bagaimana bisa aku lalui kesejukan bayu yang membawa titisan hujan, bersama tiap titisan memori antara kita?


Ayah. Aku melihatmu kini ayah. Katakan sesuatu. Agar aku bisa menghalau pergi rindu yang semakin parah bernanah dihati.


Ayah.


Aku jadi bodoh kerana terlalu merindu.